Cerbung : Petualangan Misteri Andrea dan Amalia (Bagian 4)


Cerita Sebelumnya...

Kota Padang hari itu bercuaca panas, berbagai macam kendaraan berlalu-lalang di jalanan. Di dalam salah satu gedung besar di kota itu, ayah Andrea dan Amalia bekerja, sebagai pegawai bank, tertera nama Muhammad Latif pada tanda pengenal yang berkalung di lehernya.

Hari itu, dia tidak bisa berkonsentrasi untuk bekerja, perasaannya benar-benar was-was. Dia ingin segera meninggalkan kantor itu dan pulang ke rumah, tetapi dia harus menunggu beberapa jam lagi untuk pulang ke rumah dan mengecek keadaan disana.

***

Suasana di rumah kak Ratih semakin mencekam. Andrea dan Amelia terperangkap di rumah kayu itu.

"Kreekk...kreekk..", bunyi suara kunci yang dimasukkan ke dalam lubang kunci pintu.

Kak Ratih dan suaminya yang berkumis sudah pulang. Andrea dan Amelia menatap mereka dengan penuh ketakutan.

"Hai.. mintak maaf yo, kito painyo agak lamo..(Hai.. maaf ya, kita perginya agak lama..)", kata kak Ratih.

Namun, suaminya yang berkumis hanya diam dan langsung berjalan menuju kamar yang terkunci. Ia terkejut melihat kamar itu terbuka dengan lampu yang menyala.

"Ratih, capek ikek urang tu! (Ratih, cepat ikat mereka)", kata pria berkumis itu.

"Hah..i-ikek? Baa dek tu? (Hah..i-ikat? Kenapa?)

"Kalau kau ndak ikek urang tu jo tali, kau nan den ikek (Kalau kamu tidak mengikat mereka dengan tali, kamu yang akan aku ikat)", kata pria berkumis itu penuh amarah.

Melihat pintu rumah terbuka, Andrea dan Amalia berusaha untuk berlari keluar dari rumah itu. Namun, langkah besar dan cepat laki-laki itu bergerak mengejar mereka.

Amalia berlari sambil menahan sakit, kakinya masih terasa ngilu. Kakinya tak sanggup untuk berlari lagi, iapun terjatuh.

"Andrea.. capek pai dari siko.. capek cari ayah..", kata Amalia.

Andrea merasa sangat bingung, ia tidak mau meninggalkan Amalia sendirian. Ia hanya berdiri diam disamping Amalia. Pria berkumis berhasil menangkap mereka.

Kak Ratih mengikat Andrea dan Amalia dengan tali rafia. Wajahnya terlihat kesal, karena harus menuruti perintah pria berkumis, suaminya. Si kembar dikurung dalam kamar mereka. Kak Ratih diam-diam memberikan mereka makanan dan menyuapinya. Rumah kayu itu dikunci dari luar oleh pria berkumis.

Beberapa jam kemudian, Pria berkumis itu masuk ke dalam rumah dengan menggotong seorang wanita berlumuran darah. Wanita itu juga dimasukkan ke dalam kamar bersama si kembar. Si kembar mengamati wajah itu dan mengenalinya, ia adalah ibu Riana.

"I-ibu..Riana..", kata mereka sedih.

"HAHAHA, salamaik besobok ibu ang (selamat berkumpul dengan ibumu)", kata pria berkumis.

"Waang jaek bana! (Kamu jahat sekali!)", kata Andrea marah.

"Jan maebo! (Berisik!)", pria berkumis menutup mulut Andrea dan Amalia dengan lakban.

Kak Ratih hanya dapat memandangi mereka dengan perasaan penuh kekhawatiran, ia merasa menyesal telah membiarkan mereka tinggal dirumahnya. Ia hanya ingin memiliki anak lagi, karena anaknya telah tiada 5 tahun yang lalu.

Seorang anak perempuan yang berada di dalam akuarium tabung besar adalah buah hatinya, bernama Sukma. Hari-harinya tanpa Sukma, bagaikan seluruh tubuhnya tertusuk duri, sangat perih karena terlalu merindukannya.

***

Hari itu, 5 tahun yang lalu. Sukma dan ibunya sedang menanam bunga mawar bersama. Sukma adalah anak yang baik juga menawan seperti ibunya, ia anak yang senang membantu ibunya.

Mereka sering menghabiskan waktu bersama tanpa ayahnya. Ayah Sukma, adalah seorang pria berkumis yang bekerja membuat sebuah obat, ia lebih sering berada di dalam laboratoriumnya. Sukma tidak pernah masuk ke dalam laboratorium ayahnya.

Saat itu, ibunya sedang memasak di dapur. Sukma bermain dengan bonekanya. Ia melihat pintu laboratorium ayahnya terbuka, iapun berlari masuk ke dalamnya untuk menyapa ayahnya.

"Ayah..ayah..sadang apo? (Ayah, sedang apa?)", tanya Sukma.

"Ayah sadang mambuek ubek..(Ayah sedang membuat obat)", katanya.

"Ubek untuak urang sakik yo yah?" (Obat untuk orang sakit ya, yah?)

"Iyo, sayang..", katanya.

Sukma berjalan-jalan melihat laboratorium ayahnya. Ia melihat ada permen disana, dan ia pun memakan permen itu. Seketika itu, Sukma mengalami kejang-kejang, dan busa keluar dari mulutnya.

Ayah dan ibu Sukma berusaha memberikan pertolongan pertama, dan segera membawanya ke rumah sakit. Namun, nyawa Sukma tak tertolong.

Bersambung...



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer